Menyelesaikan Perbedaan Pendapat



Memandang delegasi di Komite akhir tahun GC pada minggu kedua bulan Oktober, kita melihat gereja MAHK adalah gereja international.  Kita dapatkan delegasi dengan perbedaan warna kulit, beda bahasa, beda berpakaian, beda logat bicara, beda kebudayaan dan bahkan beda selera.
Ada yang tidak tahan dengan makan di Kafetaria GC. Tetapi sebagian berkata, “sedap sekali ini makanan vegetarian disini.” Namun dengan banyak perbedaan yang ada, kita mempunyai satu iman, satu pengharapan, dengan satu pekabaran, dan satu missi; mengabarkan pekabaran tiga malaikat

Adalah hal yang dapat dimengerti bila perbedaan latar belakang, dengan perbedaan budaya, menyebabkan cara berpikir yang berbeda. Bukanlah rahasia lagi bagi  semua delegasi yang datang dari seluruh dunia, sudah datang untuk mengetahui bagaimana menyelesaikan perbedaan pandangan mengenai “women ordination.”
Sementara General Conference telah menunjukkan sebuah “study committee” untuk women ordination, dan study committee ini akan bertemu empat kali, pada tahun 2013 dan 2014, dan memberikan laporannya pada Komite Akhir Tahun GC pada bulan Oktober 2014; justru dua uni telah mengambil keputusan pada konferensi uninya masing-masing untuk menyetujui pengurapan pendeta wanita. Keputusan dari Pacific Union Conference dan Columbia Union Conference tersebut telah menggoncangkan dunia. Banyak pendapat yang menunjukkan bahwa GMAHK di ambang perpecahan oleh sebab issue ini. Bagaimana perbedaan dapat pendapat ini diatasi?

Umumnya semua delegasi termasuk penulis melihat bahwa Pdt. Ted Wilson adalah seorang yang sangat rohani dan bijaksana. Dalam khotbah Sabat beliau sudah membahas perlunya persatuan. Banyak waktu yang digunakan untuk berdoa, apakah sebelum penunggu pagi, akhir dari setiap penunggu pagi, atau akhir setiap kegiatan. Suasana rohani meliputi komite akhir tahun tersebut. Dalam suasana rohani tersebut, pada hari Selasa siang, Pdt. Mark  Finley memberikan pembicaraan yang sangat bagus yang berjudul, “”Settling Differences in the Context of Mission.” Pdt. Finley membahas bagaimana pengalaman para rasul dalam buku Kisah Rasul-Rasul, sementara pekerjaan makin maju, maka muncul berbagaimana masalah; apakah masalah adanya perasaan tidak adil yang dapat mengganggu kesatuan (Kisah 6), atau perbedaan dan prasangka mengenai terang yang datang dari Tuhan yang dapat mengganggu kesatuan, dan juga tradisi budaya yang kuat yang mempunyai potensi untuk memecah belah umat Kristen abad pertama. Nah bagaimana masalah perbedaan pendapat itu diselesaikan pada buku para Rasul?

Beberapa prinsip penting yang dapat dipelajari dalam menyelesaikan konflik dalam buku Kisah pasal 6 adalah sebagai berikut:

1.    Para Rasul bertindak cepat. (AA 88)
2.    Para Rasul mencari mufakat (Kisah 6:2)
3.    Perwakilan ditunjuk untuk menyelesaikan masalah.

Dalam konflik soal masalah bekerja dikalangan orang kafir, masalah ini dapat diselaikan dengan baik sesuai Kisah 11:3, 18. Bagaimana caranya?

1.    Pemimpin dalam hal ini Petrus menyatakan apa yang menjadi rencana Tuhan sebagaimana dengan terang yang diberikan kepadanya.
2.    Para pemimpin tidak cepat menghukumkan. Mereka mencari fakta lebih dahulu, mendengar berbagai pendapat, serta membiarkan suara Roh Kudus yang berbicara melalui umatnya. Mufakat diperoleh melalui diskusi dan dialogue.

Bagaimana mendapatkan mufakat bisa dapat terlihat dalam penyelesaian masalah dalam Kisah 15. Bagaimana caranya? Beberapa prinsip perlu diingat:

1.  Sesuai ayat 6, disebutkan bahwa mereka datang bersama-sama untuk menyelesaikan masalah.
2. Sesuai ayat 7-21, masing-masing memberikan pendapat; dimulai oleh Petrus, Paulus, Barabas dan Yakobus. Dengan saling memberikan konsultasi sesuai terang yang Tuhan berikan kepada mereka, maka mereka melihat apakah yang menjadi kehendak Tuhan.
3. Dengan mengutip dari AA 164, disebutkan bahwa Tuhan telah memberikan struktur organisasi gereja untuk memelihara kesatuan. Masing-masing tidak boleh melihat agenda sendiri, tetapi kesatuan dalam tubuh Kristus adalah yang utama. Mereka yang meremehkan authoritas gereja adalah meremehkan suara Tuhan.

Prinsipnya, kalau ada perbedaan pendapat dalam organisasi gereja, adalah sangat penting untuk menyelesaikannya dengan segra, duduk bersama, berdialog, berdoa bersama, dan melihat suara Tuhan mengambil keputusan bersama; bukan sendiri-sendiri.

Setelah pembahasan Pdt. Mark Finely ini, maka dibacakan dokumen dalam memberikan tanggapan kepada keputusan 2 uni yang telah menyetujui pengurapan wanita. Dokumen tersebut berisikan “ketidak setujuan dalam proses mengambil keputusan yang diambil oleh dua uni.” Pdt. Ted Wilson menekannya perlunya saling menghargai, dan tetap ramah dalam memberikan pendapat. Banyak yang memberikan pandangan, dan baru di vote. Sebelum di vote, 3 orang berdoa. Dan waktu keputusan diambil ternyata 268 menyetujui dokumen tersebut, dan 25 tidak setuju. Dengan kata lain, keputusan dari 2 uni tersebut tidak diakui secara proses pengambilan keputusannya.

Semua yang hadir merasakan suasana kehadiran Tuhan. Perbedaan pendapat yang mempunyai potensi untuk konflik atau menimbulkan perpecahan dapat diseleaikan dengan baik. Satu pelajaran penting untuk apa yang terjadi di jemaat, konferens daerah atau uni atau dimana saja. Perbedaan pendapat jangan memecahkan kita. Setiap perbedaan pendapat adalah kesempatan untuk mencari kehendak Allah, dan dengan berdialog, berdoa, dan mencari kehendak Tuhan, akhirnya dapat diambil keputusan yang merupakan suara dari Tuhan. Jangan cepat menyalahkan orang, tetapi terus bedoa dan mencari apa yang menjadi kehendak Tuhan. Kalau kita berjalan dengan Tuhan, bukankah kita kita akan peka kepada kehendakNya? Bagaimanapun besarnya perbedaan pendapat, bila kita lebih dekat dengan Kristus, maka kita akan lebih mendekati satu sama lain, sampai kita mempunyai kesepakatan yang berdasarkan mufakat. Bukankah Tuhan tetap memimpin organisasi kita ini?

No comments:

Post a Comment